Rabu, 20 November 2019

Sebelum Meninggal, Cecep Reza Dikenal Perokok Berat, Berikut Ulasan Medisnya!


Cecep Reza meninggal dunia pada Selasa (19/11/2019) pada usia 31 tahun. Ia diketahui perokok berat hingga harus pasang ring.

Kepergian Cecep menyisakan duka mendalam bagi sahabatnya. Salah satunya Ade Firman Hakim, yang tak pernah mendengar Cecep mengeluh sakit.


Ia sudah sekitar 2 tahun terakhir mengenal sosok pemeran Bombom di sinetrom Bidadari itu. Cecep tak pernah menunjukkan bahwa ia tengah sakit.

“Nggak ada perubahan fisik (Cecep Reza). Dia nggak pernah ngeluh sakit sama teman-temannya,” kata Ade Firman Hakim saat dihubungi wartawan, Selasa (19/11/2019).

September lalu, terakhir kali keduanya bertemu. Pada pekan lalu saat Cecep menajami operasi pun, Ade sempat bertukar pesan.

“Gua syok, kaget banget. Gue terakhir ketemu tanggal 23 September,” tuturnya.

Ade menjelaskan bahwa ia bersahabat dengan Cecep Reza selama ini.

Bahkan, sebulan belakangan ini, ia intens berkomunikaai dengan pemeran Bombom dalam sinetron ‘Bidadari’.

Saaat mendengar kabar jika Cecep Reza akan menjalani operasi pemasangam ring jantung, Ade Firman Hakim terkejut.

“Gua tuh sering ngobrol sama Cecep. Jadi Cecep pernah janji mau nonton gua main teater minggu ini. Eh Rabu minggu lalu, gua dikabarin Cecep operasi pemasangan ring di jantungnya,” ucapnya.

Ade mengatakan bahwa setelah memasang ring di jantung, Cecep Reza tak lama kemudian meninggal dunia usai bekerja menjadi fotografer, Senin (18/11/2019) malam.

“Gua tau semalam dia fotoin model Vanessa Angel. Gua tanya ke Cecep, ‘lo sudah kerja?’ Kata dia, ‘iya enggak apa-apa sudah ada job’ gitu,” jelasnya.

Sebelum meninggal dunia, Ade menegaskan kalau Cecep Reza tak ada perubahan fisik selama terkena penyakit jantung.

Diketahui, Cecep memang seorang perokok berat.

“Cuman memang dia (Cecep) ngerokoknya kuat banget,” ujar Ade Firman Hakim

Nah, mungkinkah karena rokok Cecep Reza kemudian punya riwayat penyakit jantung hingga harus dipasang ring di organ tubuhnya? Berikut ulasan medisnya.

Namun, seperti yang diungkapkan oleh dr Ade Meidian Ambari, SpJP, FIHA, 35-40 persen kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskular dan berhubungan dengan rokok.

Rokok bahkan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular sebanyak 25-30 persen pada perokok pasif.

“Menurut data pasien di RSAB Harapan Kita, faktor risiko pertama untuk penyakit kardiovaskular adalah merokok, yakni 46 persen,” ujarnya dalam acara Konferensi Pers dan Webminar 2018 yang diadakan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dan Yayasan Jantung Indonesia di Jakarta, Rabu (5/6/2018).

Ketua SMF Prevensi dan Rehabilitasi RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita ini pun membeberkan cara rokok merusak kesehatan jantung.

Dia berkata bahwa rokok mengandung 7.000 senyawa kimia yang 699 di antaranya beracun dan 69 di antaranya merupakan zat karsiogenik.

Zat-zat beracun pada rokok dapat menumpuk lapisan lemak yang menyebabkan penyempitan dan kerusakan arteri koroner (aterosklerosis). Akibatnya, fungsi vasodilatasi atau pelebaran pembuluh darah pun menurun dan respons inflamasi meningkat.

Ketika dibakar, rokok juga menghasilkan karbon monoksida yang mengurangi jumlah oksigen yang terikat dalam darah, sehingga jantung harus bekerja lebih keras untuk mencukupi kebutuhan tubuh akan oksigen.

Lalu, rokok meningkatkan terjadinya thrombosis atau penggumpalan darah sehingga risiko serangan jantung meningkat.

Ade juga berkata bahwa produk tembakau lainnya, seperti cerutu, shisha, dan rokok elektronik, juga memiliki dampak kardiovaskular akut yang sama dengan rokok karena mengandung nikotin.

Di samping merupakan zat adiktif, nikotin juga merangsang kelenjar adrenalin. Hormon adrenalin merangsang sistem syaraf simpatis sehingga tekanan darah dan denyut jantungnya naik.

“Peningkatan ini berbahaya bagi orang normal, apalagi orang yang yang sakit jantung. Kalau nadi, denyut jantung, dan tensinya tinggi; otomatis beban jantung meningkat dan iskemiknya tinggi,” katanya.

Pada pasien gagal jantung, dampak buruk nikotin lebih kentara. Pasien tersebut bisa mengalami sesak napas dan perlu menjalani rawat inap di rumah sakit.

Untuk mengurangi dampak-dampak di atas, seorang perokok perlu berhenti merokoknya setidaknya satu tahun.

“Tapi perlu diingat juga bahwa kalau dia berhenti merokok, tapi lingkungannya merokok, orang tersebut juga bisa terkena serangan jantung karena tergolong perokok pasif,” ungkap dia.

Sumber: islamidia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar